Oleh:
Zainal Abidin Ridwan
Di sebuah
kampung bernama Aruhu, Sinjai, hiduplah seorang Ibu bersama dua orang
anak laki-lakinya. Si Ibu membesarkan sendiri kedua anaknya setelah
ditinggal mati sang suami. Dia tidak pernah mengeluh sedikitpun,
meski saban hari melewatkan sebagian besar waktunya menjaga padi di
sawah, dan mengayun kedua anaknya di lego-lego atau teras rumah
panggung miliknya. Lagu yabelale dipilihnya untuk
meninabobokkan kedua putranya.
“Yabelale,,,
atinrono ana',
utojakko
wakke longatokko
yabe lale
anakku,,
tappodo maloppoko
malampe sunge'mu
muruntu decengnge
musappa dallemu
yabelale anakku,
muarekka deceng
ikomitu ana'
uonro maddenuang
bara'
mupaitangnga
cenning lunra'na
lino
yabelale anakku”.
Yabelale
menjadi pengantar tidur kedua putranya, hingga dia menyaksikan
keduanya telah tumbuh menjadi anak yang perkasa. Meski bahagia
melihat pertumbuhan keduanya, Si ibu kerap diliputi kegelisahan. Ini
karena kedua anaknya : La
Keteng
dan La
Upe'
memiliki sifat serta tabiat yang berbeda.
La
Keteng, orangnya pemalas, mau menang sendiri, dan suka berbohong.
Sementara La Upe', penurut, rajin dan suka menolong. Hanya La Upe'
yang sering membantu Ibunya menanam padi di sawah, serta menjaganya
dari dongi'-dongi'
saat padinya mulai menguning.
“La
Keteng,
bantulah saudaramu di sawah. Kasian dia sendirian disana menghalau
dongi'-dongi'” kata si Ibu kepada La Keteng.
“Malas,
Indo'!” jawab La Keteng, lalu mengambil bantal dan memilih tidur di
teras rumah.
Setiap
kali diminta ke sawah untuk membantu saudaranya, jawaban La Keteng
hanya malas, capek, atau mengantuk. Itulah yang membuat hati sang ibu
gelisah. Kalau sudah begitu, terkadang La Upe' hanya digantikan
ibunya menjaga padi-padinya dari incaran dongi'-dongi'.
“Istirahatlah
anakku. Pulanglah ke rumah, kau sudah kelihatan capek. Biar ibu yang
menggantikanmu disini menghalau dongi'-dongi'”.
Kata sang Ibu saat menemui anaknya, La Upe' di rumah-rumah sawah
“Indo'
khan lagi sakit. Kenapa bukan La Keteng saja yang Indo' suruh
menggantikan saya!?”
“yah..
itulah saudaramu. Setiap kali saya suruh, jawabannya selalu tidak
bisa atau malas. Dia sekarang di rumah dan hanya tidur-tiduran di
teras”.
“kalau
begitu, biarlah saya temani Indo' disini. Saya juga khan bisa tidur
dan beristirahat disamping Indo'” pinta La Upe' kepada ibunya.
Menjelang
petang, La Upe' dan ibunya bersiap pulang ke rumah. Tugas menghalau
dongi'-dongi' akan dilanjutkan esok harinya. Namun belum beranjak
dari rumah sawahnya, sebuah panggilan mengejutkan mereka. Rupanya
teriakan itu berasal dari La Beddu, salah seorang pemuda desa
seberang.
“Hei,
La Upe'!, apa kamu tidak bersama La Keteng?” tanya La Beddu.
“ La
Keteng
ada di rumah. Dia tidur di teras. Memangnya kenapa?”
“Saudaramu
itu baru saja bikin ulah di desa seberang. Dia mengambil ayam milik
salah satu warga. Dia sempat diburu namun berhasil meloloskan diri”
Ibu
La Upe' kaget mendengar berita ini. Antara percaya dan tidak anaknya
berbuat tindakan tidak terpuji itu, dia akhirnya memilih bertanya
kepada La Beddu.
“Betulkah
yang kamu sampaikan itu La Beddu ?”
“iyye
betul, puang. Mungkin saat ini pemilik ayam dan beberapa warga desa
seberang sudah sampai di rumah puang untuk mencari La Keteng”
Mendengar
hal tersebut, La Upe' dan Ibunya bergegas kembali ke rumah. Benar
saja, sesampainya di rumah, sudah ada belasan warga desa seberang
menunggu di halaman rumah. Satu diantaranya ternyata sudah kenal baik
dengan orang tua La Upe' dan La Keteng.
“Tabe',
kami datang kesini bukan untuk menghukum La Keteng. Kami hanya mau
menyampaikan bahwa yang dilakukan La Keteng itu tidak mencerminkan
perilaku dan sifat suka menolong seperti yang dilakukan Ambo'nya
semasa hidup” kata salah satu warga desa seberang.
“Terima
kasih sudah menyampaikan perilaku La Keteng. Saya akan berusaha
mendidiknya lebih baik lagi” balas Ibu La Upe' dan La Keteng.
Mendengar hal itu, warga dari desa seberang akhirnya pulang satu
persatu. Setelah suasana sepi, La Upe' diminta ibunya memanggil La
Keteng yang mengurung diri dalam kamar karena ketakutan.
“Duduklah
disamping saya, anakku La Keteng”
“Saya
ingin kamu jawab dengan jujur. Apa benar kamu mengambil ayam milik
warga desa seberang?”
Dengan
terbata-bata, La Keteng membantah dan mengaku tidak melakukan hal
tersebut.
“saya
tidak melakukannya, Indo!”
jawab La Keteng.
“Kalau
kamu tidak melakukan, kenapa tadi kamu sembunyi?”
“Sekali
lagi saya tanya, kamu harus jujur dan jangan berbohong”
“Betul
Indo, saya tidak mengambil ayam milik warga desa seberang” bantah
La Keteng.
“Baiklah
anakku, saya tidak ingin memaksa kamu untuk mengaku”
“Tapi
apabila besok kamu mengalami sakit perut, itu artinya kamu bohong
sama ibu. Dan kalau sakit perutnya tidak sembuh, berarti kamu sudah
memakan makanan haram”.
Mendengar
hal itu, dalam hati La Keteng mengaku kegirangan. Dengan berbohong
sama Ibunya, dia bisa terbebas dari hukuman yakni menjaga padi di
sawah dari serbuan dongi'-dongi'. Namun keesokan paginya, La Upe' dan
Ibunya mendengar erangan dari dalam kamar milik La Keteng. Saat pintu
kamar dibuka, tampak La Keteng memegangi perutnya. Kondisi sakit
perut ini dialaminya selama dua hari berturut-turut.
Akhirnya
pada hari kedua menjelang petang, La Keteng memberanikan diri
berterus terang kepada ibunya.
“Saya
mohon maaf, Indo'. Saya sudah berbohong”
“Saya-lah
yang mengambil ayam milik warga desa seberang, kemudian menyantapnya
bersama teman-teman saya di dalam hutan”
“Saya
khilaf, Indo. Maafkan saya” Kata La Keteng memelas.
“Anakku
La Keteng. Saya kagum atas jiwa besarmu sudah mengakui perbuatan yang
kamu lakukan”
“Tapi
tidak cukup dengan itu. Kamu pun harus meminta maaf kepada warga desa
seberang dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan itu lagi”
pinta Ibunya.
“Dan
ini untuk kalian berdua anakku. Saya ingin menitip pesan sebagai
bekalmu kelak”
“Naiyya
Olo'koloe, Tulu'na ri Attenning. Naiyya Taue, Adanna ri Attenning”
“Binatang
itu talinya yang dipegang,
sedangkan manusia, ucapan atau perkataannya yang dipegang”
“jadi,
selalulah berbuat baik, dan senantiasa jujur dalam berkata maupun
bertindak”
“Nah,
pergilah kalian mengambil air Wudhu. Waktu Magrib sudah tiba”.
Mendengar
perintah Ibunya, baik La Keteng maupun La Upe', sama-sama pergi ke
sumur mengambil air wudhu.
************
Cerita
ini mengandung pesan bahwa, perbuatan baik adalah investasi masa
depan. Selain itu mengajarkan kepada kita bahwa betapa pentingnya
nilai-nilai kejujuran diterapkan sejak dini. Bagi masyarakat Bugis,
kejujuran itu adalah pagar diri dalam melakoni hidup, seperti
ungkapan Bugis,”Duwami
riala sappo. Unganna panasae, belo kanukue. Duwami riala sappo,
lempu'e sibawa paccingnge”.
Cetak Miring:
* Dongi'-dongi'
(Bugis) = Burung Pipit
* Indo' (Bugis) =
Ibu
* Ambo' (Bugis) =
Bapak
*
yabelale (Bugis) = timang-timang
*
Naiyya
Olo'koloe, Tulu'na ri Attenning. Naiyya Taue, Adanna ri Attenning
(Binatang
itu talinya yang dipegang,
sedangkan manusia, ucapan atau perkataannya yang dipegang)
*
Duwami
riala sappo. Unganna panasae, belo kanukue. Duwami riala sappo,
lempu'e sibawa paccingnge (Hanya dua yang dijadikan pagar: kejujuran
dan kesucian)
Yabelale (Versi
bahasa Indonesia)
Timang-timang anakku
tidurlah anak, ku
ayun-ayun
ku nyanyikan
timang-timang anakku
semoga engkau kelak
dewasa
panjang umur dijalan
yang baik
engkau cari rejekimu
timang-timang
anakku, engkau beri kebaikan
hanya engkaulah anak
tempatku berharap
agar kau
memperlihatkanku
manis indahnya dunia
How To Play Baccarat | How To Play & Win
BalasHapusLearn to play Baccarat with this guide and how to play the game. Find the best rules, strategies, and games that you want to play in leovegas your life. 바카라사이트